Peniadaan UN Hingga Sejarah Panjang Ujian Nasional Di Indonesia

Peniadaan UN Hingga Sejarah Panjang Ujian Nasional Di Indonesia


Halo Sobat RK
Demi kemaslahatan dan keselamatan bangsa, terutama peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan, Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) sebagai badan mandiri dan independen yang berwenang menyelenggarakan Ujian Nasional (PP Nomor 19 Tahun 2005) mengusulkan kepada pemerintah agar Ujian Nasional (UN) untuk tingkat SD, SMP dan SMA pada Tahun Pelajaran 2019/2020 dibatalkan. Hal itu dikarenakan dampak wabah virus corona (Covid-19) yang penyebarannya sudah hampir ke seluruh Provinsi di Indonesia.

Keputusan itu pun resmi disampaikan oleh Presiden Joko Widodo, setelah mempertimbangkan dan mendiskusikan dengan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim dalam rapat terbatas dengan pembahasan Ujian Nasional, Selasa 24 Maret 2020 melalui video conference. Penegasan ini demi menjaga keamanan dan kesehatan siswa serta orangtua ditengah mewabahnya virus corona  di seluruh tanah air, sehingga dengan ditiadakannya UN tersebut dapat menjadi penerapan kebijakan social distancing (pembatasan sosial) untuk memotong rantai penyebaran virus Corona. Aturan itu pun dituangkan dalam Surat Edaran Nomor 4 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Pendidikan Dalam Masa Darurat Coronavirus Disease (Covid-19). 

Peniadaan UN juga pernah terjadi pada masa Mendikbud dijabat Mashuri SH, pada tahun 1968. Ketika itu  segala macam ujian pendidikan dasar dan menengah ditiadakan. Semua siswa harus naik kelas dan harus lulus (tamat) belajar, tanpa ujian. Untuk masuk perguruan tinggi tamatan SMA disaring UMPTN, tiap siswa lanjutan memilih sekolah dengan tes masuk. Saat itu evaluasi hanya dilakukan sekolah berupa rapor hasil belajar. Ulangan yang secara tradisi tetap dilaksanakan sekolah, namun hasilnya tidak boleh dipakai untuk menentukan kenaikan atau kelulusan. Sehingga evaluasi belajar tidak punya makna, karena tidak ada evaluasi pemerintah untuk menentukan arah dalam memajukan pendidikan pada saat itu.

Agar yang lalu tidak terulang kembali dalam skala nasional, hendaknya evaluasi belajar tetap perlu dilakukan. Tujuannya untuk mengukur pencapaian standar nasional, maka hal yang terpenting dilakukan oleh Kemendikbud menentukan standar nasional dalam penguasaan pegetahuan tertentu yang bersifat universal, kemudian menyampaikannya untuk menjadi pegangan guru dan kepala sekolah di seluruh Indonesia. 

Dalam sejarah menata pendidikan di Indonesia, Ujian Nasional (UN) telah berganti istilah sebanyak 6 kali, sejak pertama kali diselenggarakan pada tahun 1950. Lalu seperti apa sejarah penerapan ujian nasional dari masa ke masa? Berdasarkan Laman Kemendikbud RI menyebutkan, bahwa sejak Indonesia merdeka pada 1945 hingga saat ini, telah terjadi beberapa kali perubahan istilah penyebutan ujian nasional.

1. Ujian Penghabisan (1950 - 1964)
Ujian akhir yang bersifat nasional dimulai sejak tahun 1950, pada periode ini sampai tahun 1964 ujian kelulusan disebut Ujian Penghabisan dan diadakan secara nasional. Soal-soal Ujian Penghabisan dibuat oleh Departemen Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan. Soal-soal yang diujikan berbentuk uraian/essai dan hasil ujian diperiksa di pusat rayon.

2. Ujian Negara (1965 - 1971) 
Sistem ujian akhir yang diterapkan disebut Ujian Negara. Tujuannya adalah untuk menentukan kelulusan, sehingga siswa dapat melanjutkan ke sekolah negeri atau perguruan tinggi negeri apabila telah lulus Ujian Negara. Sedangkan bagi yang tidak lulus Ujian Negara tetap memperoleh ijazah dan dapat melanjutkan ke sekolah atau perguruan tinggi swasta. Bahan Ujian Negara disiapkan seluruhnya oleh pusat dan hanya ada satu perangkat naskah ujian untuk seluruh wilayah Indonesia. Naskah ujian menggunakan soal bentuk uraian dan jawaban singkat dengan tingkat kesulitan soal relatif tinggi, serta memiliki kompleksitas jawaban yang memerlukan kemampuan berpikir tinggi, yang bertanggung jawab atas penyelenggaraan ujian adalah pemerintah pusat, yang dibantu oleh panitia ujian dari masing-masing wilayah (provinsi). Pelaksanaan ujian dilakukan hanya satu kali dalam satu tahun pelajaran yaitu pada akhir tahun pelajaran pada kelas terakhir. Prosedur pelaksanaan ujian, pengawasan, dan pengolahan hasil ujian ditetapkan oleh Pusat.

3. Ujian Sekolah (1972 - 1979) 
Ujian Negara berganti menjadi Ujian Sekolah. Tujuan ujian adalah untuk menentukan peserta didik tamat atau telah menyelesaikan program belajar pada satuan pendidikan. Seluruh bahan ujian disiapkan oleh sekolah atau kelompok sekolah. Mutu soal sangat bervariasi, tergantung mutu sekolah/kelompok sekolah. Bentuk soal yang digunakan pun berbeda antar sekolah/kelompok sekolah, dan yang bertanggung jawab atas penyelenggaraan ujian adalah sekolah/kelompok sekolah. Pelaksanaan ujian pada masa ini sama dengan pelaksanaan ujian pada masa sebelumnya yaitu hanya dilaksanakan satu kali dalam satu tahun pelajaran yang dilakukan pada akhir tahun pelajaran. Pemerintah pusat hanya menerbitkan pedoman penilaian yang bersifat umum. Pemeriksaan hasil ujian dilakukan di tingkat sekolah. Kriteria tamat ditentukan oleh masing-masing sekolah dengan tidak mengenal Lulus atau Tidak Lulus, tetapi menggunakan istilah TAMAT. Biaya ujian sepenuhnya ditanggung oleh peserta didik. Persentase kelulusan sangat tinggi bahkan dapat dikatakan semua peserta didik lulus (100%), namun mutu lulusan tidak dapat diperbandingkan.

4. Ebtanas dan Ebta (1980 - 2002) 
Istilah ujian nasional kembali menjadi Evaluasi Belajar Tahap Akhir Nasional atau Ebtanas (untuk mata pelajaran pokok) dan Ebta (untuk mata pelajaran non-Ebtanas). Tujuan dari Ebtanas dan Ebta adalah untuk memperoleh Surat Tanda Tamat Belajar (STTB). Pada awal diberlakukannya mata pelajaran yang diujikan dalam Ebtanas adalah Pendidikan Moral Pancasila (PMP), kemudian pada tahun berikutnya ditambah dengan beberapa mata pelajaran lainnya. Sejumlah mata pelajaran pokok diujikan melalui Ebtanas, sedangkan mata pelajaran lainnya diujikan melalui Ebta. Bahan Ebtanas yang berupa kumpulan soal disiapkan oleh pusat (Dit. Pendidikan Dasar dan Menengah). Panitia daerah merakit paket tes dan menggandakannya. Sedangkan bahan ujian Ebta disiapkan oleh masing-masing sekolah/daerah/wilayah. Tanggung jawab penyelenggaraan Ebtanas dan Ebta adalah sekolah, pemerintah daerah, dan pemerintah pusat. Pelaksanaan ujian dilaksanakan satu kali dalam satu tahun pelajaran yaitu pada akhir tahun pelajaran. Pemerintah pusat menerbitkan petunjuk teknis penyelenggaraan EBTANAS dan EBTA. Pemeriksaan hasil ujian dilakukan di tingkat sekolah, namun penentuan tamat belajar dilakukan oleh sekolah dengan menggunakan kriteria yang ditetapkan oleh pusat.

5. Ujian Akhir Nasional (2003-2004) 
Pergantian istilah kembali terjadi Ebtanas diganti menjadi Ujian Akhir Nasional (UAN). Tujuan UAN adalah untuk 
(a) menentukan kelulusan, 
(b) pemetaan mutu pendidikan secara         nasional, 
(c) seleksi ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Bahan mata pelajaran yang diujikan terdiri atas tiga mata pelajaran yaitu Matematika, Bahasa Indonesia, dan Bahasa Inggris yang disiapkan oleh Pusat Penilaian Pendidikan (Puspendik) dengan menggunakan soal-soal dari Bank Soal Nasional. Sementara untuk mata pelajaran lainnya disiapkan oleh sekolah atau daerah dengan menggunakan Standar Kompetensi Lulusan dan Panduan Materi dari Puspendik. Pemerintah pusat dan pemerintah daerah bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan UAN. Pemeriksaan hasil ujian (scanning dan scoring) dilakukan di provinsi dengan kunci jawaban dikirim dari Pusat. Nilai peserta didik diberikan ke sekolah penyelenggara ujian melalui penyelenggara ujian tingkat kabupaten/kota. Kriteria kelulusan UAN tahun 2003 adalah 
(a) memiliki nilai seluruh mata pelajaran yang diujikan secara nasional, 
(b) tidak terdapat nilai < 3.00, 
(c) nilai rata-rata (UAN +UAS) minimal 6.00. Sedangkan pada UAN tahun 2004 kriteria kelulusan adalah 
(a) memiliki nilai seluruh mata pelajaran yang diujikan secara nasional, 
(b) tidak terdapat nilai < 4.00, 
(c) nilai rata-rata (UAN +UAS) minimal 6.00.

6. Ujian Nasional (2005 - 2013)
Istilah ujian berubah lagi menjadi Ujian Nasional (UN). Tujuan ujian ini adalah untuk 
(a) menentukan kelulusan, 
(b) membuat pemetaan mutu pendidikan secara nasional, 
(c) seleksi ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Seluruh soal disiapkan oleh pusat dengan menggunakan soal-soal dari Bank Soal Nasional. UN diselenggarakan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) dibantu Pusat Penilaian Pendidikan (Puspendik). Penyelenggaraan UN di daerah menjadi tanggung jawab pemerintah daerah, yaitutingkat provinsi dibawah tanggungjawab gubernur, tingkat kabupaten/kota oleh bupati, dan tingkat sekolah oleh kepala sekolah penyelenggara UN. Biaya Ujian Nasional ditanggung oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Mutu lulusan berdasarkan nilai rata-rata peserta didik meningkat.

Penyelenggaran UN pada pergantian masa ini, mulai menuai kritik sejak tahun 2006. Timbul berbagai kritik, saran, dan tuntutan masyarakat tentang penyelenggaraan UN. Puncak kritik datang dari lembaga sosial yang menuntut agar UN ditiadakan karena dianggap melanggar Hak Asasi Manusia yaitu hak anak untuk melanjutkan sekolah.

Namun setelah melalui serangkaian persidangan yang cukup panjang, keputusan Mahkamah Agung RI atas tuntutan tersebut,  menyatakan bahwa UN dapat dilaksanakan apabila pemerintah memperbaiki kualitas guru dan sarana prasarana sekolah. Berdasarkan keputusan tersebut pemerintah telah berusaha memenuhinya, sambil melaksanakan perbaikan secara terus menerus dan UN tetap dilaksanakan. Maka, pada tahun 2010 atas usulan masyarakat dan Komisi X DPR-RI kembali diadakan ujian ulangan bagi peserta yang belum lulus.

Itulah beberapa penjelasan tentang pergantian istilah Ujian Nasional di Indonesia. Semoga informasi yang disajikan ini dapat bermanfaat serta menambah referensi bagi sobat RK , tentang sejarah perjalanan panjang pendidikan di Indonesia  dalam menggapai visi untuk mewujudkan Sumber Daya Manusia Unggul melalui pendidikan Nasional sebagaimana kita harapkan bersama (*)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Implementasi dan Penguatan Pendidikan Karakter (Bagi Remaja) di masa Pandemi Covid-19

Memupuk Semangat KARTINI Masa Kini

Melestarikan Budaya Lewat Olahraga Tradisional